Monday

Usaha Lilin Raksasa Imlek

usaha lilin
Lilin Raksasa Imlek - Pemain Berkurang, Peluang Membesar.

Kebutuhan lilin besar untuk perayaan Imlek sempat turun sehingga pemainnya susut. Kini kebutuhan kembali meningkat. Suatu peluang bagi pemain yang masih eksis. Niesky Hafur P

Pergantian tahun dalam penanggalan cina atau yang biasa disebut Tahun Baru Imlek identik dengan pernak pernik berwarna merah. Dan seakan sudah menjadi keharusan bagi setiap etnis keturunan Tiong Hoa, di hari itu melakukan sembahyang di wihara dan kelenteng. Tidak seperti hari-hari biasanya, menjelang perayaan Imlek, sejumlah kelenteng dan wihara di berbagai daerah mulai bersolek. Salah satu yang menarik perhatian, adalah lilin ukuran raksasa berwarna merah yang ditempatkan di beberapa sudut ruangan tempat peribadatan tersebut. Semakin jarangnya kelenteng dan wihara memakai lilin ukuran itu, maka tidak banyak pula orang yang membuat lilin setinggi orang dewasa itu.

Salah satu tempat pembuat lilin itu terdapat di pedalaman kota Tangerang, tepatnya di Kampung Gupo, Teluk Naga, Tangerang. Kebanyakan, pembuat lilin tersebut juga etnis keturunan Tiong Hoa, seperti Ko Aseng. Pria berdarah Pontianak ini mengaku sudah tiga tahun, membuat lilin besar itu. Tak seperti membuat lilin ukuran kecil, untuk membuat lilin tersebut dibutuhkan modal yang tak sedikit.

Walaupun terbilang pemain baru dalam usaha ini, pria bernama lengkap Can Yau Seng ini tak takut akan persaingan dengan para pemain lama. “Usaha lilin ini sudah saya jalani sejak tahun 2002. Tapi untuk lilin ukuran 1000 kati ini baru saya lakoni sejak tahun 2005, hasilnya lumayan. Saya sudah mempunyai langganan tetap,”katanya mengawali pembicaraan. Kati adalah ukuran dalam lilin. Ketertarikan untuk membuat lilin besar tersebut, bermula saat Ko Aseng melihat makin banyaknya lilin berukuran 1000 kati itu menempati sudut kelenteng ditempat biasanya ia sembahyang.

Dari situlah, pria yang juga pernah menekuni bisnis kertas untuk sembayang di wihara ini tak ragu lagi dan berniat membuat lilin besar. “Saya melihat kelenteng Petak Sembilan di Glodok, dari tahun-tahun ketahun jumlah penyumbang lilin 1000 kati makin meningkat. Otomatis peminat lilin besar itu juga bertambah, saya berfikir peluang untuk bermain lilin ini juga bagus,”urainya.

Pertama kali membuat lilin besar, tak mudah bagi Ko Aseng untuk mencari langganan tetap. Namun berkat kegigihan dan kejelian mempromosikan lilin buatannya, pria berusia 54 tahun ini bisa menyakinkan ke sejumlah konsumen, kalau lilin buatannya bisa bersaing dengan yang lain.

“Sebelum membuat lilin 1000 kati, terlebih dulu saya survei ke wihara di Jakarta dan Tangerang. Berapa banyak yang memakai lilin besar, dan sebagai pemain baru kita harus pandai-pandai merayu pihak wihara,” katanya santai.

Perlahan tapi pasti, setelah tahun pertama pembuatannya, Ko Aseng mulai dipercaya pihak kelenteng Petak Sembilan sebagai pemasok tetap lilin ukuran 1000 kati. Sudah tiga kali perayaan imlek ini, dirinya selalu menerima pesanan lilin besar dan jumlahnyapun terus meningkat.
“Pada imlek tahun 2005 saya hanya mendapat pesanan 12 buah lilin yang ukuran besar, tapi saat imlek tahun-tahun berikutnya pesanan meningkat sampai 28 buah lilin,”tutur pria kelahiran 7 Maret 1954 ini.

Ko Aseng mengaku, untuk imlek tahun ini pesanan lilin yang berukuran 1000 kati menurun dibanding Imlek Tahun 2007 lalu. “Tahun lalu pesanan lilin besar mencapai 28 buah. Tapi tahun ini, hingga sehari menjelang imlek, pesanan hanya 18 buah. Hal ini pengaruh dari banjir yang menggenangi jalan-jalan di Jakarta menjelang imlek,” katanya.
Berbeda dengan pembuatan lilin berukuran kecil yang diproduksi setiap hari, lilin yang mempunyai tinggi1,80 cm dan berdiameter 52 cm ini hanya diproduksi empat kali dalam setahun.

Oleh karena itu, untuk mensiasati agar karyawannya tak menganggur saat lilin tak berproduksi, Ko Aseng juga mempekerjakan karyawannya membuat hio(semacam bambu untuk sembahyang red)
“Selain lilin kita juga memproduksi hio, kalau hio ini produksinya setiap hari. Habis kalau lilin nggak jalan, mereka (karyawan) ini mau makan apa. Bisa-bisa mereka semua pada bubar,”terang Ko Aseng yang baru setahun memproduksi hio ini.

Berbicara mengenai omset, Ko Aseng sendiri tak bisa memperinci dengan jelas keuntungan yang didapat perbulan. Pasalnya,menurut Ko Aseng, usaha yang dijalaninya ini belum tertata dengan rapi. “Wah, kalau omsetnya itu tidak bisa dihitung perbulan. Tapi kalau dihitung keseluruhan, bisa mencapai 150 juta pertahunnya,”jelasnya.

Untuk modal sepasang lilin yang berukuran 1000 kati, dibutuhkan biaya modal mencapai Rp 6 juta dan dijual seharga Rp 8 juta sepasang. Di tengah mahalnya bahan-bahan untuk membuat lilin saat ini, Ko Aseng mensiasatinya dengan bahan bekas lilin yang sudah terpakai.

Saat ini, dirinya membuat lilin dengan perbandingan 30 persen bahan baru dan 70 persen bahan bekas dari lilin yang sudah terpakai. Hal tersebut dilakukan, guna memperkecil pengeluaran.

Jurus Ko Aseng Berbisnis Lilin Imlek:
- Melakukan survei-survei di wihara
- Ketika tren kebutuhan lilin besar Imlek meningkat, Ko Aseng langsung menggeluti bisnis ini
- Melakukan pendekatan ke wihara-wihara
- Untuk menekan biaya, ia mengkombinasikan bahan baku bekas dan bahan baku dengan
perbandingan 70:30
- Karena permintaan lilin besar bersifat musiman (setahun hanya empat kali), maka ia memproduksi
hio untuk rutinitasnya

Harga Lilin berukuran besar :
Ukuran 100 kati (panjang 1,35 meter diameter 35 cm) sepasang Rp 800.000,-
Ukuran 200 kati (panjang 1,60 meter diameter 38 cm) sepasang Rp 160.0000,-
Ukuran 300 kati (panjang 1,60 meter diameter 40 cm)sepasang Rp 320.0000,-
Ukuran 500 kati (panjang 1,80 meter diameter 42 cm)sepasang Rp 640.0000,-
Ukuran 1000 kati(panjang 1,80 meter diameter 51 cm) sepasang Rp 800.0000,-

Jika ingin mengutip/menyebarluaskan artikel ini harap mencantumkan sumbernya.
Source : © 2008 Peluang Usaha dan Solusinya

Membangun pusat kecantikan
Usaha karaoke
Usaha cuci mobil
Jasa cuci sepeda motor
Usaha red crispy

0 comments: