Banting-bantingan harga membuat pengusaha berdarah-darah selayaknya merenangi lautan merah (red ocean). TX Travel tak ingin terjebak dan muncullah ide mewaralabakannya. Russanti Lubis
Gontok-gontokan diskon atau bahasa halusnya perang harga merupakan sesuatu yang lumrah dalam dunia bisnis. Tujuannya, tentu saja untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat. Tapi, menurut kacamata Anthonius Thedy, hal itu jauh panggang dari api. Bukan kemenangan yang didapat, melainkan justru kehancuran. Satu persatu, para pemainnya, di bisnis apa pun, akan rontok. Untuk menghindarkan bisnis agen perjalanannya dari kondisi seperti itu, Managing Director TX Travel ini mencoba mencari bentuk yang pas. Dan, itu ternyata waralaba.
“Saya berpikir, biarlah TX Travel menjadi lokomotif dalam dunia bisnis travel di Indonesia, dengan membuat perbedaan, tidak memberikan diskon tetapi memberi harga yang paling murah,” katanya. Sekadar informasi, TX Travel bergerak di bidang travel agent, dibangun pada 2004, dan merupakan salah satu divisi Jakarta Express. Jakarta Express yang berdiri pada 1991 merupakan travel grosir pertama di Indonesia, juga memiliki divisi perwakilan penerbangan dari Singapura (Value Air), perwakilan kapal pesiar (Star Cruise), dan menjual kamar hotel di luar negeri.
Strategi franchise yang dijalankan bersamaan dengan berdirinya TX Travel tersebut, Anthonius menambahkan, berkaitan dengan fungsi awal perusahaan ini yaitu sebagai grosir. “Saya tidak tertarik dengan bisnis eceran. Tapi, dalam perjalanannya, bisnis saya terancam. Lantas, saya membuat model yang saya sebut lokomotif itu tadi. TX Travel tidak memberikan diskon, tapi memberikan pelayanan terbaik dan harga termurah. Menurut saya, ini akan menjadi model bisnis travel di masa depan,” ujarnya. Sekadar informasi, dalam dunia bisnis terdapat dua strategi untuk meraih pasar yaitu memberi diskon atau memberi harga murah.
Di sisi lain, ia melanjutkan, bila semula penghasilan travel agent diperoleh dari komisi yang diberikan oleh berbagai maskapai penerbangan, dalam waktu dekat ini, mereka tidak akan memberikan komisi itu lagi. “Dengan demikian, pemasukan kami berkurang. Untuk mengantisipasi kondisi ini pula, kami menawarkan waralaba,” jelas pria, yang membangun bisnis ini dengan sang istri, Rita Sartika Halim.
Kepada mereka yang berminat menjadi franchisee, Anthonius meminta mereka menyiapkan biaya investasi sebesar Rp400 juta, yang digunakan untuk membiayai franchise fee sebesar Rp110 juta dan berlaku seumur hidup, sewa tempat, dan stok tiket. Selain itu, juga dibebankan royalty fee sebesar 20%, untuk gross profit di atas Rp10 juta/bulan. Contoh, jika gross profit Rp11 juta, maka Rp11 juta – Rp10 juta = Rp1 juta x 20% = Rp200 ribu.
Untuk tempat, franchisor mensyaratkan harus seluas 30 m² (bila di dalam mal, boleh lebih lebih kecil daripada itu, red.). Lokasinya harus lolos dari seleksi ketat yang dilakukan franchisor. “Lokasinya harus bagus dan nilai sewanya tidak boleh lebih dari Rp40 juta. Pertimbangannya, untung rugi. Menurut saya, kalau untung rugi tidak dijadikan patokan, itu bukan bisnis. Bisnis itu harus untung, nggak ada istilahnya rugi,” tegasnya.
Sedangkan untuk franchisee, harus memenuhi empat persayaratan yaitu harus owner operator (dijalankan sendiri oleh franchisee), harus mempunyai jiwa melayani karena ini adalah bisnis jasa, dijalankan dengan jujur dan terbuka, serta tidak boleh selingkuh, plus sebisa mungkin tidak memiliki latar belakang bisnis travel. “ Sebab, biasanya mereka telah mempunyai patokan sendiri, sehingga akan sulit untuk memberi arahan-arahan,” jelasnya.
Bila bisnis dijalankan dengan jujur, Anthonius melanjutkan, maka perselingkuhan tidak akan pernah terjadi. “Jika perselingkuhan terjadi, baik dalam bisnis maupun secara pribadi, maka franchise fee akan saya kembalikan, 100%!” tegasnya. Franchise fee juga akan dikembalikan, jika dalam waktu enam bulan berturut-turut, franchisee tidak mampu membukukan omset sebesar Rp10 juta/bulan. “Saya anggap mereka telah gagal,” imbuh Anthonius, yang mengistilahkannya Break Even Point Operational.
Di sisi lain, franchisee boleh mengalihkan franchise fee ke pihak lain, dengan syarat franchisee yang menerima pengalihan telah lolos seleksi dari franchisor. “Bila tidak lolos, maka saya akan mengambil alih dan saya kembalikan franchise fee-nya,” katanya. Franchisee yang merasa tidak mampu lagi mengelola franchise ini, juga boleh mengembalikannya kepada franchisor dan franchisor akan mengembalikan franchise fee, utuh.
Keuntungan lain menjadi franchisee yaitu franchisee akan menjadi salah satu mitra bisnis, bukan cuma di bisnis travel melainkan juga di bisnis perjalanan di masa depan. “Sebab, di samping menjual tiket, hotel, paket tur, dan kapal pesiar, di tahun ini juga kami akan menambah produk baru yaitu kurir (city courier) dan transportasi antarkota (semacam Cipaganti, red.). Bahkan, di bulan ini pula, kami membangun call center di 25 kota, yang beroperasi 25 jam!” ujarnya. Sekadar informasi, transportasi antarkota ini akan merambah kota-kota kedua seperti Sukabumi, Cilegon, Bontang, Balikpapan, dan sebagainya, yang selama ini sulit dijangkau oleh travel pada umumnya, padahal peluangnya sangat besar.
Sedangkan sebagai franchisor, Anthonius sejauh ini belum pernah melihat adanya travel berlevel nasional, mengingat banyaknya kesulitan dan kendala. Di samping itu, mereka yang menjadi pemain besar di Jakarta, ternyata loyo di daerah. Demikian pula mereka yang perkasa di daerah, ternyata tidak bergigi di Jakarta. “Nah, melalui sistem waralaba tersebut, saya mengombinasikan kondisi tersebut di TX Travel. Saat ini, secara resmi kami memiliki 95 cabang yang tersebar di 25 kota, 40 cabang di antaranya tersebar di seantero Jakarta. Dengan cabang sebanyak itu, kami bukan cuma menjadi yang terbesar di Indonesia, melainkan juga di Asia,” ujarnya, tanpa bermaksud sombong. Sekadar informasi, sejauh ini di Asia belum ada bisnis travel yang memiliki lebih dari 50 cabang, baik milik sendiri maupun melalui sistem franchise. Ibarat burung elang, TX Travel pun menancapkan kuku-kuku tajamnya terlebih dulu, sebelum mengepakkan sayap-sayap kuatnya untuk menjelajahi langit nusantara.
Syarat Menjadi Franchisee TX Travel
- Investasi sebesar Rp400 juta untuk membiayai franchise fee (Rp110 juta) yang berlaku seumur
hidup, sewa tempat, dan stok tiket.
- Royalty fee 20% dari gross profit lebih dari Rp10 juta/bulan.
- Luas tempat 30 m², lokasinya bagus, dan nilai sewa tak lebih dari Rp40 juta.
- Memenuhi seleksi sebagai franchisee, salah satunya owner operator.
Franchise nasi uduk gondangdia
Konro daeng basso
Batik serat alam digandrungi
Usaha rumah bambu
Rejeki syuuur dari sayur mayur
source : majalahpengusaha.com
0 comments:
Post a Comment