Thursday

Batik Serat Alam Digandrungi Di Norwegia dan Jepang

Untuk menghindari kejenuhan konsumen, Benny melakukan inovasi dengan membatik di atas kain yang terbuat dari serat alam. Ghalibnya, batik dituangkan di atas kain katun atau mori

Russanti Lubis

Ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami, dalam berbisnis, seseorang harus memiliki cara jitu untuk dapat menembus pasar atau setidaknya bertahan dalam pasar, yang sudah penuh sesak oleh bisnis sejenis. Salah satu strategi cespleng yaitu dengan menciptakan sesuatu yang baru atau memperbaharui yang telah ada. Misalnya, tidak cuma membatik di atas kain mori atau katun, tetapi juga di atas kain yang terbuat dari serat batang pisang, serat nenas, dan serat daun anggrek. Selain itu, tidak melulu menggunakan kain batik sebagai bahan baku pakaian, tetapi juga sebagai bahan baku segala hal yang berkaitan dengan unsur dekoratif sebuah interior atau art work, yang dapat ditempatkan di mana saja. Hal-hal inilah yang dilakukan oleh Benny Adrianto.

Mantan fotografer sebuah majalah ini, memulai usahanya yang berlabel Djawa tersebut pada 1998. Ia tergugah oleh fakta bahwa masih banyak orang yang menggunakan produk impor, untuk menghiasi interior rumah mereka. Padahal, sebenarnya, kain batik pun dapat dikembangkan sebagai produk interior, seperti sarung bantal, taplak, hiasan dinding, kap lampu, tirai, dan sebagainya. Di sisi lain, ia melihat belum banyak orang yang “bermain” di bisnis ini. Karena, selama ini para pengusaha batik itu masih keukeuh dengan anggapan bahwa kain batik cuma dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar busana.

“Batik, saya pilih karena ia merupakan salah satu kekayaan negara kita. Para pembatik kita juga termasuk yang terbaik. Nah, saya tinggal memanfaatkan modal yang sudah ada itu. Tapi, berbeda dengan motif batik Indonesia pada umumnya yang bersifat komunal (batik Cirebon, Solo, Yogya, Tuban, atau Madura, red.), motif batik saya bersifat personal dan kontemporer. Saya merangkul semua motif kain, termasuk di wilayah-wilayah lain di nusantara ini yang tidak memiliki tradisi batik, seperti Sumatera, Toraja, Papua, dan Kalimantan,” jelasnya.

Kedua, Benny menggunakan bahan baku dari serat alam, dengan pertimbangan, produknya adalah produk interior, sehingga bahan bakunya tidak terbatas kain mori atau katun. “Orisinalitas dituntut dalam dunia batik. Tapi, apa yang saya lakukan bukan bermaksud menyalahi pakem, melainkan karena sudah banyak yang membuat produk dengan menggunakan kain katun, sehingga inovasi harus dilakukan untuk menghindari kejenuhan konsumen. Di sisi lain, tradisi serat alam di Indonesia sudah sangat banyak, tapi belum banyak yang menggarapnya, sehingga dengan memanfaatkan serat alam, masyarakat Kalimantan, khususnya suku Dayak Benoa yang berdiam di Kalimantan Timur (Kaltim), misalnya, juga merasa senang karena hasil karya mereka terpakai,” ujarnya.

Usaha BatikUsaha Kecantikan
Tours and travel terus menggurita
Franchise fee back guarantee
Jual kue untuk yang berduit

0 comments: