Menjiplak Template Franchise Agreement
Senior Francise Consultant dari FT Consulting, Utomo Njoto, mengungkapkan bahaya tersebut kepada Majalah Info Franchise ketika ditanya tentang latar belakang penyelenggaraan Lokakarya “Kupas Tuntas Franhcise Agreement”.
Berikut petikan wawancaranya:
Apa saja bahayanya?
Yang pasti keunikan sistem bisnis dan waralabanya menjadi tidak terlihat, bila penyesuaian klausul – klusul tentang kewajiban Pemberi Waralaba (pewaralaba) dan Penerima Waralaba (terwaralaba) tidak dilakukan dengan maksimal. Hal lain adalah besaran royalti yang kurang layak karena sesungguhnya masing – masing pewaralaba memiliki karakteristik margin yang berbeda, sekalipun sama – sama restoran atau sama – sama kursus bahasa Inggris.
Tapi Bapak menjanjikan akan memberikan template pula dalam lokakarya Bapak. Bukankah ini bertentangan dengan pendapat Bapak sendiri?
Well, sebenarnya yang berbahaya adalah menjiplak tanpa memahami latar belakang penyusunan perjanjian tersebut. Jadi kalau mendapat template sambil mengikuti lokakarya, tentu para peserta akan diperlengkapi dengan pengetahuan tentang hal – hal yang harus menjadi pertimbangan di masing – masing bagiannya.
Contohnya?
Di bagian awal suatu perjanjian saja misalnya, kalimat yang digunakan bila terwaralaba berbentuk PT dan CV sangat berbeda. Untuk perorangan berbeda pula. Pertimbangan dan penyesuaian ini akan menjadi fokus utama lokakarya tersebut. Contoh lainnya adalah dari segi kepemilikan hak cipta. Di Indonesia sering saya jumpai suatu merek didaftarkan atas nama pribadi, lalu yang menjadi pewaralaba adalah perusahaan. Meski pemilik perusahaan itu adalah individu yang menjadi pemilik hak cipta merek yang diwaralabakan, perusahaan tersebut tidak berhak menyatakan sebagai pemilik hak cipta atas merk yang diwaralabakan. Jadi rumusan mengenai kepemilikan hak cipta dalam suatu perjanjian waralaba juga perlu mencermati hal-hal tersebut.
Mengingat beberapa merek waralaba lokal ternyata belum tuntas proses pendaftarannya, bagaimana kalau mereknya masih dalam proses pendaftaran. Bukankah belum resmi dan sah mengenai siapa pemilik merek tersebut?
Ya, hal itu juga menjadi salah satu topik bahasan dalam lokakarya. Rumusan kalimat untuk merek yang sudah terdaftar dan dalam proses pendaftaran juga berbeda. Dan keduanya memiliki dampak yang berbeda ke bagian – bagian lain dari perjanjian waralaba. Ini sangat penting untuk dipahami oleh pewaralaba maupun calon investor yang hendak menjadi terwaralaba.
Wawancara di atas hanya mnegungkapkan sebagian dari aspek-aspek praktis perjanjian waralaba yang akan dibahas dalam lokakarya Majalah Info Franchise di akhir bulan November 2006 bersama pakar waralaba yang telah melayani merek-merek waralaba lokal yang berjaya seperti International Language Programs (ILP), ODIVA, dan Apotek K-24. suatu lokakarya yang amat langka dan diharapkan dapat memberi pencerahan bagi dunia waralaba di Indonesia.
Source : apotek-k24.com
0 comments:
Post a Comment